Loading...

Indonesia punya beragam sumber karbohidrat selain beras, mulai singkong, sorgum, jagung, sagu, hingga pelepah pisang. Kadang-kadang Anda mungkin memakannya. Namun, maukah Anda memakan jenis karbohidrat selain beras itu sebagai makanan pokok sehari-hari?
Sebagian dari Anda mungkin menjawab tidak. Ada mungkin yang menjawab bersedia dengan alasan diet. Tapi tak jarang pula orang berdiet anti-nasi yang akhirnya gagal, kembali makan nasi lagi. Alasannya? Salah satu yang paling mendasar adalah rasa yang tidak enak atau tak biasa makan dengan bentuk selain beras/nasi.
“Kalau bukan beras kan tidak bisa dimakan dengan sayur atau makanan lain kesukaan kita. Mana mau kita makan tiap hari,” kata Slamet Budijanto, pakar pangan Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, ketika berbincang dengan Kompas.comdi Food Technopark, IPB.
Loading...
Berangkat dari pemahaman bahwa makanan sehat juga harus punya rasa yang enak dan bisa dikombinasikan dengan beragam kuliner, Slamet sejak tahun 2011 menciptakan beras sintesis inovatif yang kemudian kerap disebut beras analog.
Jangan lantas takut mendengar istilah sintesis. Tak semua sintetis berbahaya bagi tubuh. Dan, beras sintetis juga bukan berarti beras plastik. Beras yang diciptakan Slamet berasal dari keragaman jenis tanaman sumber karbohidrat di nusantara.
Beras analog atau sintetis yang dibuat dari bahan jagung, sagu, dan sorgum.
Salah satu sumber karbohidrat yang diolah menjadi beras analog IPB itu adalah ubi kayu. “Kita bahkan pilih dari ubi kayu yang segar sehingga hasil berasnya lebih enak,” kata doktor lulusan Tohoku University, Jepang itu.
Bahan lain yang diolah adalah sorgum. Sumber karbohidrat itu punya indeks glikemik rendah sehingga berguna bagi penderita diabetes. Selain itu, sorgum juga punya kandungan protein tinggi sehingga sekaligus dapat mencukupi kebutuhan protein itu.
Slamet juga mengolah sagu menjadi beras sintetis. Jenis karbohidrat itu juga punya indeks glikemik rendah. Bila dapat digunakan secara massal, beras dari sagu dapat menjadi sumber pangan pokok utama bagi warga di Indonesia timur.
“Paling aneh ya beras analog dari gedebog pisang. Waktu itu orang Sulawesi yang minta,” kata Slamet. Dia sempat ragu ketika ingin mengolahnya. Namun ketika mengetahui bahwa beberapa warga Sulawesi memakannya, Slamet pun mengolahnya dan berhasil.
Jangan lantas takut mendengar istilah sintesis. Tak semua sintetis berbahaya bagi tubuh. Dan, beras sintetis juga bukan berarti beras plastik. Beras yang diciptakan Slamet berasal dari keragaman jenis tanaman sumber karbohidrat di nusantara.
Beras analog atau sintetis yang dibuat dari bahan jagung, sagu, dan sorgum.
Salah satu sumber karbohidrat yang diolah menjadi beras analog IPB itu adalah ubi kayu. “Kita bahkan pilih dari ubi kayu yang segar sehingga hasil berasnya lebih enak,” kata doktor lulusan Tohoku University, Jepang itu.
Bahan lain yang diolah adalah sorgum. Sumber karbohidrat itu punya indeks glikemik rendah sehingga berguna bagi penderita diabetes. Selain itu, sorgum juga punya kandungan protein tinggi sehingga sekaligus dapat mencukupi kebutuhan protein itu.
Slamet juga mengolah sagu menjadi beras sintetis. Jenis karbohidrat itu juga punya indeks glikemik rendah. Bila dapat digunakan secara massal, beras dari sagu dapat menjadi sumber pangan pokok utama bagi warga di Indonesia timur.
“Paling aneh ya beras analog dari gedebog pisang. Waktu itu orang Sulawesi yang minta,” kata Slamet. Dia sempat ragu ketika ingin mengolahnya. Namun ketika mengetahui bahwa beberapa warga Sulawesi memakannya, Slamet pun mengolahnya dan berhasil.
Loading...